Dwillogi The Human Centipede milik
Tom Six menawarkan cerita horor tentang eksperimen sinting dari dokter
bedah dan tukang parkir sakit jiwa yang terobsesi menyatukan beberapa
manusia menjadi kelabang raksasa. Ya, itu adalah tontonan horor yang
gila, lalu apa hubungannya dengan Tusk? Garapan teranyar Kevin Smith (Clerks, Zack and Miri Make a Porno dan Cop Out) ini memang tidak ada hubungannya dengan The Human Centipede, tetapi ia punya konsep yang sama edan-nya ketika menghadirkan premis body horor modern yang diadaptasi dari cerita dari SModcast Smith yang tidak kalah disturbing-nya.
Wallace Bryton (Justin Long) dan Teddy Craft (Haley Joel Osment, ya, ini bocah kecil dalam The Sixth Sense dan A.I) adalah pasangan pembawa acara dari sebuah podcast (radio internet) The Not-See Party yang
disetiap siarannya selalu mengolok-olok dan mempermalukan video-video
viral. DI suatu kesempatan, Wallace harus terbang ke Manitoba, salah
satu kota kecil di Kanada guna mewancarai salah satu sumber ejekannya.
Sayang orang yang dituju keburu meninggal bunuh diri karena malu. Putus
asa karena tidak mendapatkan berita buat radionya, Wallace tanpa sengaja
mendapatkan tawaran menarik dari tulisan dari papan pengumuman yang
tertempel di toilet bar, tawaran tempat tinggal gratis dan jaminan,
sebuah cerita terbaik yang pernah ada. Tertarik dan ketimbang pulang
dengan tangan kosong, Wallce kemudian mendatangi kediaman pemilik
cerita, seorang pria tua bernama Howard Howe (Michael Parks) yang
tinggal di pinggiran Manitoba. Dari sini mimpi buruk Wallace pun
dimulai.
Spoiler Alert!
Susah untuk tidak sedikit membocorkan premis Tusk
ketika menuliskan ulasannya, jadi sebelum meneruskan membaca lebih baik
perhatikan peringatan di atas ketimbang kamu menyesal seperti
kebanyakan karakter dalam film horor yang membandel.
Seperti yang saya bilang di atas, Tusk sedikit banyak mengingatkan saya pada dwilogi The Human Centipede,
kenapa? Keduanya punya konsep serupa, tentang manusia sinting yang
terobsesi ‘membinatangkan’ manusia lain. Jika karkater dalam dua film
Tom Six begitu memuja kelabang a.k.a kaki seribu, maka di sini,
antagonis Smith memilih walrus, ya, kamu tidak salah membaca,
W-A-L-R-U-S. Jadi sekarang kita tahu mengapa Smith memberi judul
horornya ini “Tusk” alias “gading” atau “taring” dalam bahasa Indonesia.
Premis Tusk memang terdengar
mengerikan sekaligus aneh dan konyol. Jika menyatukan manusia dari anus
ke anus saja untuk menjadikan mereka sebagai kelambang sudah terdengar
‘sakit’ meskipun secara medis bisa dilakukan, di Tusk, Smith menugaskan
karakter psycho yang dimainkan gemilang oleh aktor veteran
Michael Parks untuk menipu korbannya, dalam kasus ini ada Wallace Bryton
malang yang harus menerima mimpi terburuknya ketika kakek tua itu
berhasil membiusnya dan satu persatu meng-oprek tubuhnya
menjadi seekor walrus jantan lengkap dengan gadingnya. Memang idenya
susah untuk diterima akal sehat, tetapi ini horor, terkadang genre ini
memang punya kegilaannya sendiri dan Smith tahu itu.
Untuk sebuah body horror, Tusk
memang punya tema gila dan menijikan, mentransformasi manusia menjadi
separuh binatang itu terdengar sakit jiwa, meskipun harus diakui dalam
mempresentasikannya, Smith terkesan terlalu santai dan masih kurang
maksimal. Sampai separuh filmnya, Smith memang berhasil menyembunyikan
erat-erat premisnya dengan lebih banyak menonjolkan komedinya. Kita
tidak pernah tahu apa yang terjadi setelah percakapan panjang antara
Wallace dan Howard. Howard menepati janjinya, memberikan Wallce sebuah
cerita hebat dari pengalaman hidupnya, dan ketika cerita Howard berujung
dengan pershabatannya dengan seekor walrus yang di beri nama Mr. Tusk,
dari sinilah Tusk mulai menarik.
Tetapi ketimbang langsung pada pokok ceritanya, Smith memilih untuk menghabiskan banyak durasinya melalukan flash back
yang melibatkan sahabat sekaligus rekan kerjanya, Teddy Craft dan
kekasih cantiknya, Ally (Génesis Rodríguez), masalahnya, itu bukan kilas
balik yang penting. Kebanyakan hanya diisi percakapan tidak penting
dari tiga karakternya yang sebenarnya dengan mudah dipersingkat. Lalu
transformasi habis-habisan Wallce menjadi “Mr.Tusk” tidak didukung
konstum dan make-up meyakinkan, sehingga imbasnya, Tusk
terkesan menjadi horor “bodoh” yang murahan. Tetapi bukan berarti ia
tidak menyenangkan untuk ditonton. Berbekal ide gila dan penampilan yang
sama gilanya dari Michael Parks, Tusk masih cukup menarik
untuk ditonton, terutama di seperempat akhirnya ketika segala flachback
itu mulai menghilang dan ketika Smith menampilkan cameo kejutan
dari Johnny Deep yang sempat tidak saya percayai ketika ia mau
memerankan detektif alkoholik Guy Lapointe nyentrik di horor ‘murahan’
macam ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar