Sabtu, 13 Agustus 2016

TUSK Sinopsis

Source : http://movienthusiast.com/tusk-2014/


Dwillogi The Human Centipede milik Tom Six menawarkan cerita horor tentang eksperimen sinting dari dokter bedah dan tukang parkir sakit jiwa yang terobsesi menyatukan beberapa manusia menjadi kelabang raksasa. Ya, itu adalah tontonan horor yang gila, lalu apa hubungannya dengan Tusk? Garapan teranyar Kevin Smith (Clerks, Zack and Miri Make a Porno dan Cop Out) ini memang tidak ada hubungannya dengan The Human Centipede, tetapi ia punya konsep yang sama edan-nya ketika menghadirkan premis body horor modern yang diadaptasi dari cerita dari SModcast Smith yang tidak kalah disturbing-nya.
Wallace Bryton (Justin Long) dan Teddy Craft (Haley Joel Osment, ya, ini bocah kecil dalam The Sixth Sense dan A.I) adalah pasangan pembawa acara dari sebuah podcast (radio internet) The Not-See Party yang disetiap siarannya selalu mengolok-olok dan mempermalukan video-video viral. DI suatu kesempatan, Wallace harus terbang ke Manitoba, salah satu kota kecil di Kanada guna mewancarai salah satu sumber ejekannya. Sayang orang yang dituju keburu meninggal bunuh diri karena malu. Putus asa karena tidak mendapatkan berita buat radionya, Wallace tanpa sengaja mendapatkan tawaran menarik dari tulisan dari papan pengumuman yang tertempel di toilet bar, tawaran tempat tinggal gratis dan jaminan, sebuah cerita terbaik yang pernah ada. Tertarik dan ketimbang pulang dengan tangan kosong, Wallce kemudian mendatangi kediaman pemilik cerita, seorang pria tua bernama Howard Howe (Michael Parks) yang tinggal di pinggiran Manitoba.  Dari sini mimpi buruk Wallace pun dimulai.
Spoiler Alert!
Susah untuk tidak sedikit membocorkan premis Tusk ketika menuliskan ulasannya, jadi sebelum meneruskan membaca lebih baik perhatikan peringatan di atas ketimbang kamu menyesal seperti kebanyakan karakter dalam film horor yang membandel.
Seperti yang saya bilang di atas, Tusk sedikit banyak mengingatkan saya pada dwilogi The Human Centipede, kenapa? Keduanya punya konsep serupa, tentang manusia sinting yang terobsesi ‘membinatangkan’ manusia lain. Jika karkater dalam dua film Tom Six begitu memuja kelabang a.k.a kaki seribu, maka di sini, antagonis Smith memilih walrus, ya, kamu tidak salah membaca, W-A-L-R-U-S. Jadi sekarang kita tahu mengapa Smith memberi judul horornya ini “Tusk” alias “gading” atau “taring” dalam bahasa Indonesia.
Premis Tusk memang terdengar mengerikan sekaligus aneh dan konyol. Jika menyatukan manusia dari anus ke anus saja untuk menjadikan mereka sebagai kelambang sudah terdengar ‘sakit’ meskipun secara medis bisa dilakukan, di Tusk, Smith menugaskan karakter psycho yang dimainkan gemilang oleh aktor veteran Michael Parks untuk menipu korbannya, dalam kasus ini ada Wallace Bryton malang yang harus menerima mimpi terburuknya ketika kakek tua itu berhasil membiusnya dan satu persatu meng-oprek tubuhnya menjadi seekor walrus jantan lengkap dengan gadingnya. Memang idenya susah untuk diterima akal sehat, tetapi ini horor, terkadang genre ini memang punya kegilaannya sendiri dan Smith tahu itu.
Untuk sebuah body horror, Tusk memang punya tema gila dan menijikan, mentransformasi manusia menjadi separuh binatang itu terdengar sakit jiwa, meskipun harus diakui dalam mempresentasikannya, Smith terkesan terlalu santai dan masih kurang maksimal. Sampai separuh filmnya, Smith memang berhasil menyembunyikan erat-erat premisnya dengan lebih banyak menonjolkan komedinya. Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi setelah percakapan panjang antara Wallace dan Howard. Howard menepati janjinya, memberikan Wallce sebuah cerita hebat dari pengalaman hidupnya, dan ketika cerita Howard berujung dengan pershabatannya dengan seekor walrus yang di beri nama Mr. Tusk, dari sinilah Tusk mulai menarik.
Tetapi ketimbang langsung pada pokok ceritanya, Smith memilih untuk menghabiskan banyak durasinya melalukan flash back yang melibatkan sahabat sekaligus rekan kerjanya, Teddy Craft dan kekasih cantiknya, Ally (Génesis Rodríguez), masalahnya, itu bukan kilas balik yang penting. Kebanyakan hanya diisi percakapan tidak penting dari tiga karakternya yang sebenarnya dengan mudah dipersingkat. Lalu transformasi habis-habisan Wallce menjadi “Mr.Tusk” tidak didukung konstum dan make-up meyakinkan, sehingga imbasnya, Tusk terkesan menjadi horor “bodoh” yang murahan. Tetapi bukan berarti ia tidak menyenangkan untuk ditonton. Berbekal ide gila dan penampilan yang sama gilanya dari Michael Parks, Tusk masih cukup menarik untuk ditonton, terutama di seperempat akhirnya ketika segala flachback itu mulai menghilang dan ketika Smith menampilkan cameo kejutan dari Johnny Deep yang sempat tidak saya percayai ketika ia mau memerankan detektif alkoholik Guy Lapointe nyentrik di horor ‘murahan’ macam ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar